Saturday, October 7, 2017

Nilai dan Norma


Nilai Pada Umumnya


     Tidak mudah untuk menjelaskan apa itu suatu nilai. Setidak-tidaknya, dapat dilakukan bahwa nilai merupakan suatu yang menarik bagi kita, sesuai yang kita cari, sesuatu yang disukai, singkatnya sesuatu yang baik.

     Menurut filsuf Jerman-Amerika, Hans jonas, nilai adalah the addresser of yes, sesuatu yang ditunjukan dengan "ya".

     Salah cara yang sering digunakan untuk menjelaskan apa itu nilai adalah memperbandingkan dengan fakta.

Berdasarkan analisis sederhana, bahwa nilai sekarang sekurang-kurangnya memiliki tiga ciri :

a. Nilai berkaitan dengan subyek, kalau tidak ada subyek yang menilai, maka tidak ada nilai juga.
b. Nilai tampil dalam sesuatu konteks praktis, dimana subyek ingin membuat sesuatu.
c. Nilai-nilai menyangkut sifat-sifat yang "ditambah" oleh subyek pada dasarnya sifat-sifat yang memiliki oleh obyek.

Banyak macam nilai, misalnya nilai ekonomis. Dalam ekonomi, pelopor ilmu ekonomi Adam Smith (1733-1790).

Nilai Moral


     Nilai pada umumnya tentu berlaku juga untuk moral. Nilai moral tidak terpisah dari nilai-nilai jenis lainnya, setiap nilai dapat memperoleh suatu "bobot moral" bila diikuti sertakan dalam tingkah laku moral. Kejujuran, misalnya merupakan suatu nilai moral, tetapi kejujuran kosong apanila tidak diterapkan pada nilai lain seperti umpamanya nilai ekonomis. Kesetiaan merupakan nilai moral, tetap harus diterapkan pada nilai manusiawi yang umum misal cinta antar suami-istri.

     Walaupun nilai normal biasanya menumpang pada nilai lain, namun ia tampak sebagai bahwa nilai baru, bahkan sebagai nilai yang paling tinggi. Berkaitan dengan tanggung jawab kita.

     Nilai moral berkaitan dengan pribadi manusia, yang khusus menandai nilai moral ialah bahwa nilai ini berkaitan dengan pribadi manusia yang bertanggung jawab. Karena itu harus kita katakan bahwa manusia sendiri menjadi sumber nilai moralnya. Manusia sendiri membuat tingkah lakunya baik atau buruk dari sudut moral.

Berkaitan dengan hati nurani


     Mewujudkan nilai-nilai normal merupakan "imbauan" dari hati nurani. Salah satu ciri khas nilai normal adalah bahwa hanya nilai ini menimbulkan "suara" dari hati nurani yang menuduh kita bila meremehkan atau menentang nilai nilai-nilai moral dan memuji kita bila mewujudkan nilai-nilai moral.

Mewajibkan


     Nilai-nilai normal mewajibkan kita secara absolut dan tidak bisa ditawar-tawar. Menurut filsuf Jerman, Immanuel kant (1724-1804), membedakan imperatif hipotesisi dan imperatif kategoris.

    Dalam nilai moral terkandung suatu imperatif (perintah) kategoris, sedangkan nilai-nilainya hanya berkaitan dengan imperatif hiptesis. Artinya kalau kita ingin merealisasikan nilai-nilai lain kita harus menempuh jalan tertentu. Misalnya Pemain bulu tangkis kalau ingin menjadi juara, maka ia harus berlatuh keras, syarat kalau ingin jadi juara. Sebaliknya nilai moral mengandung suatu imperatif tanpa syarat. artinya nilai moral mewajibkan kita begitu saja, tanpa syarat. Kejujuran, memerintahkan kita untuk mengembalikan barang yang di pinjam, suka tidak suka. Barang itu harus dikembalikan begitu saja, keharusan itu berlaku mutlak, tanpa syarat.

Bersifat Formal


     Kita merealisasikan nilai-nilai moral dengan mengikutsertakan nilai-nilai lain dalam suatu tingkah laku moral. Nilai moral tidak memiliki isi tersendiri, terpisah dari nilai-nilai lain. Tidak ada nilai-nilai moral yang murni, terlepas dari nilai-nilai lain. Hal ini yang dimaksudkan mengatakan bahwa nilai moral bersifat formal. Max Scheler mengungkapkan bahwa nilai-nilai moral membonceng nilai-nilai lain.

Nilai moral


     Ada banyak sekali macam norma, Misal : Norma yang menyangkut beda dan normal lain yang menyangkut tingkah laku manusia. Contohnya norma-norma teknis, pesawat boleh terbang dan kapal boleh berlayar. Jika tidak, pesawat atau kapal harus diperbaiki dulu, hingga akhirnya sesuai dengan norma-norma yang berlaku.

     Norma yang menyangkut tingkah laku manusia, ada banyak. Disini dapat dibedakan yaitu norma umum yang menyangkut tingkah laku manusia sebagai keseluruhan dan norma khusus yang menyangkut aspek tertentu dari apa yang dilakukan manusia. Contohnya norma khusus, adalah norma bahasa. Tata bahasa indonesia adalah norma yang menentukan entah kita memakai bahasa dengan baik dan benar justru tidak.

     Kalau dalam berbicara atau menulis bahasa kita sesuai dengan tata bahasa, maka kita memakai bahasa indonesia dengan semestinya. Kalau tidak, pemakain bahasa indonesia kita tidak betul, karena tidak memenuhi syarat.

Ada tiga cara norma umum, yaitu kesopanan (etiket), norma hukum dan norma moral.
1. Etiket : mengandung norma yang menyatakan apa yang harus kita lakukan.
2. Norma hukum : merupakan norma penting yang menjadi kenyataan dalam setiap masyarakat.
3. Nilai moral : menentukan apakah perilaku kita baik atau buruknya dari sudut etis, karena itu norma moral adalah norma tertinggi, Norma moral menilai norma-norma lain. Relativisme tidak tahan uji.
Kebudayaan yang berbeda dapat mempunayai norma moral yang berbeda pula.

     Pendapat bahwa sesuatu perbuatan adalah baik hanya karena menjadi kebiasaan disitu lingkungan budaya, sulit untuk dipertahankan. Relativisme moral tidak tahan uji, kalau dipaksa secara mustahil, seandainya ralativisme moral itu benar. Seandainya relativisme moral besar, maka tidak terjadi bahwa satu kebudayaan mutu etis lebih tinggi atau rendah dari pada dalam kebudayaan lain. Setiap kebuyaan akan kebal terhadap kritik atas praktek-praktek moralnya. Seandainya relativisme moral besar, maka tidak mungkin terjadi kemajuan dibidang moral. Kemajuan terjadi, bila cara bertingkah laku yang buruk diganti dengan cara bertingkah laku yang lebih baik. Kesimpulan tentang relativisme moral. Perbuatan moral yang didasarkan atas nilai dan norma yang berbeda-beda tidak semua sama baiknya. Norma moral tidak relatif melainkan absolut.

Norma moral bersifat obyektif dan universal

Jika kita setuju bahwa norma moral pada dasarnya absolut, maka mudah diterima juga bahwa norma itu bersifat obyektif dan universal.

Obyektivitas norma moral


     Obyektivitas norma moral tidak boleh dimengerti sebagai pakasaan yang menyingkirkan kebebasn kita, sebagaimana dikhwatirkan satre. Norma moral menjadi norma sungguh-sungguh karena diterima dengan bebas.

Universalitas norm moral


     Kalau norma moral bersifat absolut, maka tidak boleh tidak norma itu harus universal, artinya harus berlaku dan dimana saja. Test yang paling penting yang kita miliki untuk menguji benar tidaknya norma moral adalah generalisasi norma. Norma moral adalah benar jika bisa digeneralisasikan dan tidak benar jika tidak bisa digeneralisasikan.

     Mengeneralisasikan norma moral berarti memperlihatkan bahwa norma itu berlaku untuk semua orang. Bila bisa ditunjukan bahwa suatu norma bersifat umum, maka norma itu sah sebagai norma moral. Etikawan pertama yang menekankan pentingnya generalisasi norma moral adalah Immanuel Kant. Generalisasi norma menjadi dasar bagi apa yang dalam etika dikenal sebagai the goldel rule atau "kaidah emas", teryang biasa nya dirumuskan sebagi berikut : "Hendaklah memperlakukan orang lain sebagaimana anda sendiri ingin diperlakukan".

Norma Dasar Terpenting : Martabat Manusia


     Martabat manusia selalu harus dihormati. Tidak pernah manusia boleh diperalat. Tidak pernah ia boleh dimanipulasikan demi tercapainya tujuan yang terletak di luar manusia itu. Manusia itu termasuk alam dan karena itu tidak boleh ditempatkan dalam posisi bertentangan dengan alam, karena manusia adalah sebagian dari alam, maka alam itu tidak boleh diperlakukan sebagai sarana belaka bagi keperluan manusia. Alam tidak pernah boleh dirusaki atau di habiskan atas nama martabat manusia.

Hak dan Kewajiban


     Hubungan antara hak dan kewajiban, dipandang sepintas lalu, ada hubungan anatara hak dan kewajiban. Ada hubungan timbal balik antara hak dan kewajiban, pandangan yang disebut "terori korelasi" yang dianut oleh pengikut utilitarisme. Menurut mereka, setiap kewajiban seseorang berkaitan dengan hak orang lain dan sebaliknya. Hak yang tidak ada kewajiban yang sesuai denganya tidak bisa disebut "hak". Hak merupakan bagian penting dari etika.

No comments:

Post a Comment